
RBDCOTAX, Jakarta: Menjelang tutup tahun fiskal, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan memasuki fase yang disebut “mode perang”. Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto mengungkapkan, otoritas pajak kini menerapkan strategi micro management super ketat untuk memastikan target penerimaan negara tidak jebol dari ambang shortfall.
Hingga akhir 2025, penerimaan pajak diperkirakan baru akan mencapai Rp 2.076,9 triliun, padahal target yang ditetapkan mencapai Rp 2.189,3 triliun. Artinya, ada potensi celah sebesar Rp 112,4 triliun yang harus ditutup hanya dalam waktu tiga bulan tersisa.
Dari laporan per September 2025, DJP baru mengantongi Rp 1.295,3 triliun penerimaan. Dengan begitu, sekitar Rp 781,6 triliun harus berhasil dikumpulkan di kuartal keempat—periode yang selalu menjadi final battle bagi fiskus.
“Sekarang kita sudah mulai micro management untuk collection,” ungkap Bimo di sela kegiatan di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (22/10/2025).
Ia menegaskan, fokus utama DJP saat ini bukan lagi sekadar mengejar volume pajak, tetapi menyisir satu per satu wajib pajak besar yang berpotensi kurang bayar.
“Kita pantau betul semua wajib pajak. Kita minta daftar dari seluruh kanwil siapa yang punya potensi besar, lalu kita ukur kepatuhannya. Kalau ada celah, langsung kita dorong supaya optimal,” tegasnya.
Langkah micro management ini ibarat operasi bedah pajak presisi, di mana setiap data, profil, dan perilaku wajib pajak besar menjadi bahan analisis utama. Bimo memastikan, pengawasan yang lebih dalam ini bukan bentuk tekanan, melainkan bagian dari compliance drive agar para kontributor utama negara menunaikan kewajibannya secara penuh dan tepat waktu.
“Tujuannya sederhana: tutup celah, tingkatkan kepatuhan, dan amankan target,” ujarnya singkat namun penuh makna.
Dengan pendekatan ultra-detail ini, DJP berharap lonjakan penerimaan di kuartal IV dapat menghapus potensi shortfall dan menutup tahun fiskal 2025 dengan hasil yang tetap solid di tengah tekanan ekonomi global.










